Jumat, 18 Mei 2012

Perjalanan Hidup si Sebatang Kara


Yanto lahir di kota Wonogiri, ibu dan ayahnya meninggal saat Yanto masih kecil. Yanto diasuh oleh kakak dari mamanya bernama Partiyem, Yanto memiliki kakak perempuan, tetapi tidak tinggal bersama Yanto. Masa kecil Yanto sangat menyedihkan dan memilukan, saat Yanto kecil ia pernah ingin ditukarkan dengan jagung sebagai makanan pokok oleh Partiyem karena mereka sangat kelaparan dan sangat miskin.
“Le’ ayo ikut aku ke desa tetangga” ujar Partiyem. Le’ adalah panggilan anak laki-laki dalam bahasa Jawa.
“Iya Mbok” jawab Yanto. Mbok adalah panggilan ibu dalam bahasa Jawa.
Setelah berjalan kaki berkilo-kilo meter akhirnya mereka sampai, dan setibanya di sana ternyata Yanto ingin ditukarkan dengan jagung dan Yanto harus tinggal bersama orang yang sangat berkecukupan di desa tersebut.
“Le’ kamu tinggal bersama bapak ini saja, kalau sama aku, aku tidak bisa mengabulkan apa yang engkau inginkan, aku hanya seorang janda. Kita makan aja susah le’, tempat tinggal tidak layak, kalau kamu tinggal bersama bapak ini kamu akan disekolahkan, akan hidup enak le’, apa pun yang kamu inginkan akan diberikan“ ucap Partiyem dengan mata yang berkaca-kaca.
“Aku tidak mau mbok, biar aku hidup susah yang penting aku masih di asuh sama mbok. Aku sudah tidak punya siapa-siapa di dunia ini kecuali mbok.” Jawab Yanto sambil menangis.
“Sudah kamu tinggal sama bapak ini saja, kamu akan hidup enak le’, tidak aka sengsara” paksa Pariyem
Yanto tetap kekeh ingin tinggal bersama Partiyem Akhirnya, Yanto tidak jadi tinggal bersama bapak yang sangat berkecukupan itu dan ia langsung bergegas pulang dengan Partiyem.
Yanto duduk di bangku SD (Sekolah Dasar), dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dengan biaya sendiri, ia bekerja serabutan mulai dari menggembala kambing, membajak sawah tetangga, hingga berjualan ke pasar. Yanto hanya memiliki dua stel pakaian sekolah, buku tulis, pensil, ia ke sekolah tidak menggenakan sepatu. Saat ujian akhir SMP ia harus ke kota karena ujiannya hanya diadakan di kota. Ia dan teman-temannya berjalan menuju kota karena kendaraan belum banyak pada zaman itu. Beberapa bulan kemudian hasil ujian keluar, Yanto dinyatakan tidak lulus, ia sangat sedih sekali. Akhirnya ia mengikuti ujian ulang, dan Alhamdulillah Yanto dinyatakan lulus.
“Mbok Alhamdulillah aku lulus”
“Alhamdulillah le’, kamu ingin melanjutkan ke SMA ?”
“Tidak mbok, aku ingin merantau saja ke Jakarta, ingin kerja di Jakarta mbok ?”
 “Kamu yakin le’ mau merantau ke Jakarta, kamu mau tinggal sama siapa di sana ?”
“Aku yakin mbok, izinkan aku mbok...”
“Baiklah aku izinkan, kamu hati-hati yaa le’ di sana semoga kamu menjadi orang yang sukses”
“Amin... Terima kasih mbok, doakan aku ya mbok”
Keesokkan harinya Yanto berangkat ke Jakarta, dengan harapan menjadi orang yang lebih baik dan sukses. Sesampainya di Jakarta Yanto langsung mencari pekerjaan, berjalan ke sana ke mari mencari pekerjaan. Karena Yanto tidak memiliki kerabat di Jakarta, maka Yanto bermalam di terminal, di pinggiran jalan, di masjid, bahkan di taman kota. Dinginnya malam, teriknya matahari di kala siang ia hadapi tanpa berkeluh kesah.
Setelah beberapa hari di Jakarta akhirnya Yanto mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di daerah Tebet.
“Kamu mulai besok dapat bekerja di rumah saya, pekerjaan mu setiap hari meyapu, mengepel, membersihkan garasi, berkebun, dan merawat anjing-anjing peliharaan saya”
“Baik tuan..”
“Saya mau semua bersih, dan setiap hari kamu harus lakukan itu semua. Kamu bisa tidur di lorong sana, atau di teras taman”
“Baik tuan, terima kasih”
Majikan ini sangat tidak manusiawi, Yanto mendapatkan pekerjaan yang sangat banyak, tetapi fasilitas untuknya tidak di berikan seperti kamar tidur untuk beristirahat. Karena mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi akhirnya Yanto mengundurkan diri setelah dua bulan bekerja disana.
Kemudian Yanto mencari pekerjaan lagi, ia mengelilingi Jakarta akhirnya ia mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga lagi, kali ini ia menjadi pembantu rumah tangga di rumah artis yang terkenal pada eranya, di daerah Menteng. Kehidupan artis yang penuh dengan kemewahan ternyata membuka mata dan pikiran Yanto untuk rajin bekerja dan menabung untuk masa depan yang lebih baik. Pekerjaan Yanto di majikan yang kedua ini tidak terlalu berat, kehidupan artis malam menjadi siang dan siang menjadi malam membuat Yanto sering di suruh majikannya untuk membeli makanan dan minuman saat tengah malam.
Selama bekerja di tempat majikan yang kedua ini Yanto mendapatkan fasilitas dan kehidupan yang layak. Waktu senggang pun banyak ia dapatkan, di waktu senggang ia berusaha mencari sanak saudaranya yang tinggal di Jakarta dengan informasi yang ia miliki. Setelah sekian lama mencari akhirnya Yanto menemukan alamat saudaranya Sagimin yang tinggal di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
            “Tok... tok... tok... Assalamu’alaikum”
            “Wa’alaikumsalam. Kamu Yanto anak yang diasuh Partiyem ya ?”
            “Iya pakdeh”
            “Ayo ayo masuk, kamu kerja dimana sekarang ?” pakdeh Sagimin, sambil merangkul Yanto dan mempersilahkan Yanato duduk.
            “Aku kerja jadi pembantu di daerah Menteng pakdeh”
            “Kamu kerja yang rajin jangan males-malesan, sekarang cari kerja itu susah”
            “Iya pakdeh”
Setelah puas bercerita akhirnya Yanto pamit pulang, dan kembali ke rumah majikannya.
            “Kalau ada apa-apa kamu ke sini aja le’, pintu selalu tebuka buat kamu”
            “Iya pakdeh,  aku pamit pulang dulu, Assalamu’alaikum”
            “Wa’alaikumsalam, hati-hati di jalan ya”
Beberapa bulan kemudian Yanto mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai pembantu rumah tangga di rumah artis tersebut, karena ia mendapatkan pekerjaan baru tetap sebagai pembantu rumah tangga, hanya lokasi majikan yang ketiga ini lebih dekat dengan rumah saudaranya di daerah Barito, Jakarta Selatan.
Majikan yang sekarang sangat sangat baik, fasilitas apa pun lengkap, pekerjaan Yanto lebih ringan karena dia tidak sendiri sebagai pembantu di rumah tersebut, ada dua orang lainnya yaitu, ada tukang cuci baju, dan supir pribadi. Setelah 2 tahun bekerja di Barito, Yanto mendapat tawaran untuk tes menjadi karyawan di BUMN dari saudaranya yang bernama Tugimin.
“To, di kantor ku sedang membuka lowongan pekerjaan. Kamu coba ikut tesnya siapa tau keterima, kamu bisa menjadi pegawai tetap disana”
“Iya, pakdeh. Apa saja yang harus disiapkan ?” tanya Yanto
“Ijasah, surat lamaran pekerjaan, syarat-syarat lainnya nanti menyusul. Kamu titipkan ke aku saja besok, biar kamu besok masih bisa bekerja di rumah majikanmu.”
“Baik pakdeh akan aku siapkan, besok pagi aku ke rumah pakdeh untuk menitipkan surat lamaran ku”
Tugimin dan Sagimin telah bekerja di BUMN tersebut lebih dari 7 tahun, akhirnya Yanto mengikuti serangkaian tes di BUMN tersebut. Alhamdulillah Yanto lolos dan keterima sebagai karyawan BUMN, akhirnya Yanto izin kepada majikannya untuk mengundurkan diri sebagai pembantu di rumah tangga.
            “Tuan, saya ingin mengundurkan diri”
            “Kenapa Yanto ? Apa gaji mu kurang ?”
            “Tidak tuan, gaji saya cukup di sini. Saya sudah mendapatkan pekerjaan baru sebagai karyawan tuan.”
            “Ooh begitu, selamat Yanto. Baiklah, terima kasih kamu telah membantu saya di sini. Semoga kamu betah ya sebagai karyawan di tempat mu bekerja”
            “Terima kasih tuan, maafkan saya bila saya masih banyak kurang dalam pekerjaan saya“
            “Wah, kinerja mu bagus di sini, saya sangat berterima kasih. Mulai kapan kamu aka bekerja ?”
            “Lusa tuan, besok saya akan pindah ke rumah saudara saya tuan”
            “Oke, semoga kamu semakin sukses ya”
            “Terima kasih tuan”
Hari yang dinantipun tiba, hari pertama Yanto mulai bekerja sebagai karyawan BUMN di daerah Blok M, Jakarta Selatan. Hari demi hari Yanto lewati, sebelum Yanto memiliki rumah sendiri Yanto tinggal di rumah saudaranya. Dengan gigih dan semangat Yanto mengumpulkan uang hasil kerja kerasnya setiap bulan Alhamdulillah Yanto dapat membeli tanah dan membangun rumah.
Saat Yanto sedang berlibur ke Ciamis bersama pakdeh Tugimin, Yanto bertemu dengan wanita yang sangat cantik. Rambutnya lurus dan hitam, hidungnya mancung dan tubuhnya ramping, Yanto mulai jatuh cinta kepadanya. Yanto memberanikan diri berkenalan kepadanya
            “Hallo, nama kamu siapa ?”
            “Yati” dengan senyuman manis di bibirnya
            “Aku Yanto, kamu orang daerah sini ya?”
            “Iya saya orang daerah sini”
Usut punya usut ternyata Yati saudara jauh dari istri pakdeh Tugimin. Sesampainya di Jakarta Yanto pun memberanikan diri mengirimkan surat kepada Yati. Awalnya Yati enggan namun berkat dorongan dari nenek Yati, Yati pun berusaha untuk membuka hatinya untuk Yanto. Beberapa bulan kemudian Yanto meminta izin kepada orang tua Yati untuk meminangnya.
“Bapak ibu, izinkanlah saya untuk meminang putri anda” ucap Yanto
“Bagaimana Yati apakah kau ingin menikah dengan Yanto ?” tanya ayah Yati kepada Yati
Yati terdiam dan tertunduk malu, lalu Yati menjawab
“Iya aku mau ayah”
“Alhamdulillah” ucap ayah, ibu dan Yanto
Akhirnya Yanto dan Yati menikah, tepatnya pada tanggal 3 Juni di kota kelahiran Yati. Selang beberapa hari Yanto langsung memboyong Yati ke Jakarta untuk tinggal bersama Yanto di rumah yang telah di bangun Yanto di Jakarta. Dalam rumah tangga Yanto sebagai kepala keluarga yang menafkahi anak istrinya, Yati sebagai ibu rumah tangga.
Setelah setahun tahun menikah akhirnya mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Lia, dua tahun kemudian tahun anak kedua mereka lahir yang diberi nama Yana yang berjenis kelamin perempuan. Kehidupan mereka semakin hari semakin bahagia. Yanto dan Yati berprinsip setiap anaknya harus mendapatkan kasih sayang, memberikan fasilitas yang diinginkan anaknya, ingin menyekolahkan anaknya hingga menjadi orang sukses.
Pada usia pernikahan mereka yang ke-10 tahun Yati melahirkan anak ketiga berjenis kelamin perempuan yang diberi nama Yani. Keluarga kecil mereka semakin lengkap dan bahagia karena dua tahun kemudian Yati dikaruniai anak keempat berjenis kelamin perempuan yang diberi nama Rani.
Keempat anaknya mendapatkan kasih sayang dan fasilitas yang sama, mereka tidak membedakan anak yang satu dengan yang lainnya. Mulai dari mereka lahir hingga mereka kuliah di tempat yang sama. Yanto dan Yati selalu mengajarkan anak-anaknya untuk saling menyayangi, menghormati, bersikap adil, jujur, dan disiplin karena Yanto dan Yati sangat menyayangi keempat anaknya.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, Lia dan Yana sudah menyelesaikan pendidikan mereka di bangku kuliah dengan menyandang gelar sarjana teknik. Lia menyandang gelar sarjana teknik industri dan Yana menyandang gelar sarjana teknik sipil. Selesai kuliah mereka langsung bekerja.
Saat Yani duduk di bangku kuliah tingkat 3, adiknya yang bernama Rani baru menduduki bangku kuliah dan saat itu juga Yanto pensiun. Yaa sudah sekitar 34 tahun pengabdian Yanto menjadi karyawan BUMN. Yanto sangat bersyukur bisa menyelesaikan tugasnya, dan menuai hasil dari kerja kerasnya selama ini. Memiliki rumah yang cukup besar, memiliki kendaraan pribadi, memiliki kontrakan, dan sebidang tanah. Tetapi hasil yang paling membanggakan adalah ia bisa mendidik dan menyekolahkan keempat anaknya hingga duduk di bangku kuliah.
“Alhamdulillah pak, kamu telah menyelesaikan tugas mu sebagai karyawan BUMN dengan masa pengabdian yang terbilang tidak singkat” ujar Yati
“Iya ma, Alhamdulillah. Semua yang kita inginkan sudah terkabul. Anak-anak telah tumbuh dewasa, Lia dan Yana sudah mapan. Tinggal Yani dan Rani yang masih duduk di bangku kuliah, Insyaallah aku masih sanggup membayai mereka hingga mereka menjadi sarjana”
“Amiiiin... Semoga kita masih diberi umur panjang dan selalu di berikan kesehatan oleh Allah ya pak”
“Amiiin Yaa Robbal’alamin”
Untuk mengisi hari-hari sebagai pensiunan Yanto memelihara ayam, bebek, burung, dan ikan. Ia mencoba peruntungan sebagai peternak, hal tersebut di dukung penuh oleh sang istri, dan anak-anaknya.
Perjuangan, kerja keras, dan semangat Yanto untuk dapat sukses di  kota besar sudah terkabul, bahkan ia mendapatkan lebih dari yang ia cita-citakan. Sifat Yanto yang semangat, penuh kasih sayang, pekerja kerja keras, dan disiplin menurun kepada keempat anaknya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar